Sabtu, 13 Februari 2021

cerpen Keringat Emas Pak Herman

 

Keringat Emas Pak Herman

 

Pikulan itu selalu terletak di bahu pak Herman.telapak kakinya yang kekar dan badannya yang tangguh terlihat bahwa dia seorang yang gigih dan tangguh.Untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya berjualan es parut dan martabak.dibantu seorang istri yang setia dan menopang dari belakang membuat pak Herman tak pernah mengeluh.walau sesungguhnya dia juga seorang suami yang pemarah dan mudah emosi, anis tetap sabar dan selalu mengalah.

Pagi itu cuaca agak sedikit mendung, terdengar suara hiruk pikuk di rumah pak Herman.’GEERR..mana Andi..kupukul dia nanti..ayo tunjukan kemana dia bersembunyi?teriak pak Herman.anis pun berteriak untuk melerai suaminya”jangan pak..jangan dia anak kita masih kecil”sambil mengelakkan tangan suaminya yang kekar itu.tapi apa hendak dikata,tali pinggang pun berlabuh di badannya Andi seketika.begitulah cara pak Herman mendidik anaknya jika berbuat kesalahan.

Keesokan harinya pak Herman bersama istrinya sedang bercakap-cakap.”Bu..gimana ya nasib Andi ke depan nanti..sekarang dia sudah lulus SMP, tapi apakah mungkin kita masih bisa untuk melanjutkan ke jenjang SMA?keluh pak Herman kepada Anis istrinya.sesaat Anis terdiam dan menerawang ke mana-mana, entah bagaimana cara mereka untuk melanjutkan sekolah Andi, sementara dua anaknya  masih ada dua orang lagi.lamunan bu Anis dan pak Herman pecah seketika karena ada adiknya pak herman lewat di depan rumah dan mampir.setelah mereka berkeluh kesah dengan Yudi, akhirnya mereka merasa ada harapan.panjang sekali nasehat Yudi kepada mereka berdua Andi berusaha meyakinkan mereka berdua.”Mbak dan Mas menurutku Andi dan adik-adiknya nanti dilajutkan saja, karena sayang kalo putus di jalan.”nasehat Yudi pada kedua mereka berdua.”nggak mungkin Dik kami bisa karena pikulan es dan loyang martabak ini nggak seberapa, untuk sehari-hari saja kadang masih kurang”sela bu Anis.mendengar itu Yudi pun pamit pulang, namun pikiran suami istri itu tetap mengingat nasehat adik mereka yang baru menhilang dari pandangan mereka.

Sore itu pak Herman dengan nafas terengah-engah dan berselimut pikulan es parutnya tiba ke rumahnya.”bu ini uang hasil kita hari ini, simpanlah dan buatkan aku segelas teh ya.”dengan segera bu Anis menyambut suaminya.”pak alhamdullillah sepertinya cuaca mendukung usaha kita.Alhamdullillah ya Allah.”begitulah cara bu Anis menyambut suaminya setiap pulang jualan es parut kelilingya.Sambil melinting tembakaunya pak Herman menkmati teh dan bakwan yang sudah di siapkan istrinya.keletihan demi keletihan selalu terobati karena pak Herman mempuyai seorang istri yang setia dan cukup baik di dalam agamanya.

Siang itu kira-kira pukul 11 siang, andi berlari-lari ke rumah, rupanya jam segitu dia sudah pulang dari sekolahnya.”pak..Ibu..yaya..ina..aku lulus..aku lulus”teriak Andi ketika tiba di rumahnya.”pak, gimana nasibku selanjutnya, bisa melanjutkan nggak ya?sambil merebahkan dirinya di depan televisi.”bapak dan ibumu belum bisa memutuskan nak” itu ucapan bu Anis sambil memeluk Andi dan berlinang air mata.Ada rasa kecewa di wajah Andi ketika mendengarkan ucapan ibunya, padahal nilainya tertinggi dan juara umum di kelasnya.Hari-hari Andi selalu murung, namun dia juga menyadari keberadaan orang tuanya saat itu.terfikir dibenaknya ingin jadi kuli saja setelah lulus itu.Andi memang anak yang tidak mau menuntut orang tuanya.Namun di hati kecilnya dia ingin sekali melanjutkan k SMA, yang saat itu harus pergi ke kota.Dia membayangkan biaya sekolah makan dan tempat kos yang sangat berat bila diukur dengan kemampuan orang tuanya.Menjelang liburan kelulusan,Andi sering ikut pak Herman keliling menjajakan es parut dan martabaknya.Dia merasa harus ikut membantu orang tuanya,karena dia anak pertama.Sejak itu hari-hari Andi selalu diisi dengan membantu orang tuanya.

Selesai shalat magrib, tiba-tiba Yudi ke rumah pak Herman, yudi menanyakan kelulusan Andi.Yudi adalah salah satu adik ipar pak Herman yang selalu memotivasi keluarga pak Herman, karena yudi dan istrinya juga seorang guru yang saat itu masih honor.”Mas, gimana kabar Andi,apa lulus dia?”itu pertanyaan yang pertama kali diucapkan Yudi.”Alhamdullilah lulus,Dik.”sahut bu Anis .tak lama kemudian Andi pun mendekati mereka bertiga di ruang keluarga.”om..aku lulus dengan nilai terbaik, tapi sayang Om aku kemungkinan nggak melanjutkan lagi.”sela Andi di antara mereka bertiga.Terpancar wajah kecewa Andi, dan rasa bersalah pak Herma dan bu Anis.”wah..hebat kamu Andi,juara umum lagi, harus lmelanjutlah , mengapa tidak?”kata Yudi dengan senyum yang gembira.Suasanan agak hening sejenak setelah Yudi berkata seperti itu.pak Herman,bu Anis dan Andi saling pandangan,seakan suport Yudi memberikan secercah harapan buat mereka.”Om yakin kok, kalo bapak dan ibumu bisa melanjutkan sekolahmu Andi, asal kamu nekat dan mau .”sela Yudi lagi.Terpancar semangat Andi dan kedua orang tuanya, bahwa keyakinan yang diucapkan Yudi adalah membuka jalan pikiran mereka.

Seperti hari-hari yang lalu, pak Herman berkeliling kampung-kampung untuk membawa es parut dan martabaknya.Hari itu Andi tidak ikut pak Herman, karena bu Anis minta Andi untuk membelah kayu-kayu yang telah terkumpul di samping rumahnya.Tak lama kemudian Yudi menghampiri Andi yang sedang asik dengan kayu-kayunya.”Andi, gimana dengan rencanamu kemarin, mau lanjut kan, ayo Om yang anter ke SMA”kata Yudi.”Om ini bercanca, mana mungkin Om, aku bisa melanjutkan, dari mana uangnya”sahut Andi.Saat mereka lagi berbicara pak Herman pulang dari jualannya, dan disambut oleh bu Anis dengan wajah yang ceria.Yudi langsung ikut masuk k rumah mereka.Saat itu bu Anis membuat teh manis dua gelas,yang satu untuk pak Herman dan yang segelas lagi untuk Yudi,”om silahkan minum tehnya”ajak bu Anis.”Makasih Mbak,kok malah jadi repot nich”jawab Yudi.

”Begini mbak dan Mas,  rencana saya mau mengantarkan Andi daftar ke SMA, mana ijazah dan Daftar nilai UNnya, karena besok terakhir pendaftaran.”kata Yudi.”Om apa bisa ya kami melanjutkan Andi?’.”Yang penting saya daftarkan dulu ya Mbak, masalah berikutnya kita atur aja nanti.”semngat Yudi saat itu.”Mabak dan Mas kan ada usaha walau kecil,gimana kalau sedikit- sedikit disisihkan,diatabung maksudku, supaya bisa untuk biaya Andi>”desak Yudi kepada pak Herman dan bu Anis.”Ya Om, kami coba kalau begitu:sahut bu Anis.Dari desakan Andi itu akhirnya pak Herman pun setuju dan mau mencoba saran Yudi tadi.

Hari pertama Andi sekolah membuat dia bahagia, karena bisa bertemu dengan orang-orang dsari daerah lain.Andi tinggal di sebuah desa, sementara tempat tinggalnya dititipkan orang tuanya di rumah sahabatnya yang sering berdagang di kampungbAndi seminggu sekali.Allah memang selalu membukakan pintu rejeki hambaNya.pak herman sehari-harinya terus berdagang keliling dari satu kampung ke kampung lain, tak terasa Andi punlulus SMA. Pikulan es dan martabaknya tetep membuat tegar tubuhnya, seakan membuat mereka tak kenal lelah.jika ada tontonan di sebuah tempat hajatan, pak herman dan bu Anis terus berjualan es partut dan martabaknya.sedikit-sedikit mereka ikut nabung, walau akhirnya habis untuk biaya Andi.Problem baru mereka muncul lagi ketika Andi lulus SMA dan dua adiknya masuk SMA.Tak terpikir oleh merka untuk melanjutkan ke tingkat perguruan tinggi.Lagi-lagi Yudi hadir di tengah kegelisahan mereka.Yudi selalu memberikan motivasi kepada pak Herman dan bu Anis.Dan mereka merasa Yudi hanya bercanda.di tengah kegelisanhan itu Yudi memang hadir kembali.”mbak dan Ma, gimana Andi selanjutnya, kuliah kan?tanya Yudi.”eh Om Yudi klao kemarin itu masih masuk akal kami untuk melanjutkan, tapi kalo kali ini bener2 gila Omawab bu Anis dengan senyum hampa.”Ya Om, sahut pak Herman sambil mesem-mesem”.”gak ingin coba toh Mas”, tanya Yudi lagi.lintingan rokok pak Herman hampir habis, dan Yudi pun pamit pulang.pak Herman membiarkan Yudi berlalu tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.Bu Anis pergi ke dapur untuk menyiapkan masakan makan malam mereka.yang dibawanya adalah sekeping tempe dan seikat kacang panjang.Mungkin bu Anis mau menumis kacang dan sambal tempe.

Malam itu bu Anis ke rumah Yudi untuk menitipkan amplop undangan yang telah diterimanya.Yudi akhirnya membuka suara dengan bu Anis.”mabak, saya tadi di telpon teman, bahwa ada kampus yang mulaimenerima pendaftaran.ayo mana ijazah Andi.”tanya Yudi.”om..Om.ada ada aja, emang kuliah itu murah toh, pikulan es kakakmu itu nggak cukup lho ,Dik.nanti saya pusing, kasian dengan kakakmu Herman.mana orangnya pemarah lagi.” Kata bu Anis sambil tersenyum”.Mbak, kalo mau coba dan dengerin saya, inshaa Allah bisa Mbak.” Jawab Yudi .”tolong sampein ke kakak ya mbak, saya mau nganterin Andi ke sana.ela Yudi lagi.

“Bu..berapa jumlah tabungan kita ya, rencana ada orang mau jual kebun lada´ucap pak herman sembari membawa kaleng mentegs bekas bahan martabaknya.Bu Anis menyusul suaminya kr depan televisi sambil ikut menghitung jumlah tabungan mereka selama tiga tahun Andi SMA.”Pak sudah tiga tahun uang itu dalam kaleng kira-kira berapa ya, Pak tanya bu Anis dengan pak Herman disertai rasa cemas dan deg-degan.”Alhamdullillah bu, jumlahnya ada tujuh juta, dan kita dapat arisan pula 8 juta bu.kata pak Herman dengan gembira.”Berarti kita bisa melanjutkan Andi ya Pak,bisakan pak?”desak bu Anis.”Ya ,Bu tapi gimana biaya selanjutnya nanti Bu, apa kita mampu?”sahut pak Herman dengan nada rendah.”Yudi bilang bisa, Pak, kita coba ya pak.”sela bu Anis dengan semangat.Akhirnya mereka memutuskan untuk melanjutkan Andi ke perguruan tinggi.Andi akkhirnya kuliah, menjelang tamat disusul pula oleh adiknya Ina.setelah Andi diwisuda, adiknya Yaya pun masuk perguruan tinggi.Andi mualai berkerja di sebuah sekolah SMKN dikampungmya dan sudah berkeluarga, dia dapat istri seoran perawat.kedua adiknya juga menjadi guru.es pikul dan martabak yang dibawa pak Herman kini tidak pernah digunakannya lagi.anak-anak pak Herman semua sudah bekerja. Kini pak Herman yang garang dan pemarah itu, sudah banyak diam dan hanya tersenyumsaja, karena kakinya yang terkea struk, pak Herman hanya tinggal duduk manis di rumah.Keringat yang selalu mengucur di sekluruh tubuhnya, kini tak mengalir lagi.walau sedikit pak Herman sudah punya kebun karet.keringatnya berbuah seonggok emas.Yaitu keberhasilan dalam menjadikan tiga orang anak-anaknya menjadi sarjana.di lingkungannya, pak Herman dijadikan inspirasi para tetangganya.kini pak Herman tinggal menikmati kucuran keringatnya berpuluh-puluh tahun yang silam.

by. Nelliyati, S.Pd

Aksi Nyata - Kurikulum Merdeka

https://drive.google.com/file/d/1aSgyBTi4elvG16Wqrro6ThjTlGjtG41Z/view?usp=drive_link